Guess what!!! Gw barusan aja ngliat headline banner di Metro TV bahwa ternyata angka kematian ibu di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara lho… Yang bisa gw bilang adalah MIRISSSS….
Saat pemerintah seperti kebakaran jenggot dengan melambungnya harga minyak dunia, apa yang bisa kita lihat??? Ternyata masih di negeri ini juga, angka kematian ibu yang sangat tinggi adalah di Indonesia. Yang terngiang di kepala gw adalah masa siey kita kalah sama Negara-negara sekelas Kamboja, Vietnam atau Myanmar yang kehidupannya kayak Indonesia di 40 tahun yang lalu. Atau gw yang mungkin bagaikan hidup di dalam tempurung, karena yang gw tau Cuma Indonesia doang????
Tingkat angka kematian ibu atau mortality rate ini pastinya sangat berhubungan erat dengan tingkat pendidikan ibu, kondisi ekonomi, dan kondisi lingkungan (eksternal dan internal). Ini sangat terkait dengan tingkat pendidikan ibu karena gw sangat yakin bahwa semakin tinggi pendidikan seorang ibu, pastinya tingkat kesadarannya terhadap kesehatan pra dan pasca kehamilan pasti menempati posisi penting. Suatu hal yang untuk para perempuan di kota besar yang gw yakin mungkin hampir setiap kali control kehamilan kepada Gynecolognya pasti minta di-USG. Padahal menurut beberapa nasum (narasumber) selama kehamilan seharusnya cukup 3 kali melakukan pemeriksaan menggunakan USG, yaitu setiap trimester. Kalau para perempuan di desa-desa… Boro-boro ke ginekolog, dokter umum aja susah… paling-paling bidan atau bahkan gak kenal bidan, karena Cuma ada dukun beranak. Gw siey to be honest aja gak yakin kalau mereka akan mengusahakan sterilitas dari peralatan yang digunakan selama menolong kelahiran. Karena keterbatasan yang ada karena minimnya infastruktur yang tersedia, gak heran kalau ternyata banyak ibu yang dalam proses bersalin kalau ada faktor-faktor yang dengan penyulit dan harus dirujuk, ternyata meninggal di dalam perjalanan. Program suami siaga atau apalagi siey yah namanya (Sorry gw lupa…) sebenarnya sangat membantu. Kalo gak salah ada tuh program yang melibatkan seluruh masyarakat di sekitar tempat tinggal si ibu hamil. Terus di buat rencana strategiknya kalau ternyata dalam persalinan ternyata ada penyulit itu. Ini ide yang bagus, tapi gak tau yah masih jalan atau gak programnya. Menurut gw sebenarnya ini kalau dilaksanakan dengan benar bukan Cuma bisa mengurangi angka kematian ibu, tapi juga balita yang kurang gizi, serangan wabah penyakit. Jadi responnya bisa cepat, penanggulangannya juga pas, akhirnya kan gak lebih banyak korban jiwanya.
Balik lagi ke si ibu hamil… dengan tingkat pendidikan yang tingginya pasti kesadaran ibu untuk mengkonsumsi bahan makanan yang memang terbaik untuk janinnya akan lebih mudah dieksekusi. Ini kayak cerita investasi jangka panjang. Bayi2 yang lahir itu kan generasi penerus kita, sumber daya manusia yang harus menggantikan kita-kita di saat kita harus pension. Mana mungkin SDM nya berkualitas kalau di saat balita harus berguguran karena kurang gizi. Yang lainnya adalah kondisi ekonomi. Ini bagaikan biang kerok sumber segala masalah dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, rasanya sangat mustahil si ibu bisa punya latar belakang pendidikan yang cukup baik, lebih lagi diperburuk dengan ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan, yang memang sangat terbatas di pelosok-pelosok negeri ini. Butuh waktu lama dan bertele-tele untuk membuat rakyat miskin dapat mengakses fasilitas ini, misalnya harus ngurus askeskin, padahal kondisinya sudah sangat urgent. Faktor berikutnya adalah kondisi lingkungan eksternal misalnya keterbatasan fasilitas infrastruktur jalan misalnya yang membuat waktu tempuh ke fasilitas kesehatan menjadi lebih lama. Faktor internal menurut gw adalah kondisi ibunya, pemahaman bahwa saat persalinan itu sangat rentan terhadap terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, membuat masih ada saja sebagian perempuan yang memilih untuk melahirkan dengan menggunakan jasa dukun beranak.
Tulisan di atas hanya merupakan pandangan gw aja lho… Yang masih sangat awam dengan masalah2 beginian. Cuma sebagai perempuan rasanya miris lho… Kalau menurut gw saat melahirkan adalah saat dimana kita harusnya memiliki berbagai harapan kepada baby kita. Bisa lebih baik, punya pendidikan yang lebih tinggi daripada kita orangtuanya, dan pastinya berguna bagi orang lain, nusa bangsa, dan agama. Saat melahirkan adalah saat dimana semua orang di sekitar kta dipenuhi dengan kebahagian harusnya, bukan kesedihan yang mendalam karena ibu yang harus meninggal saat menghadapi persalinan.
Pemerintah… mulailah kembali flash back, dan mengakui bahwa pasca reformasi kita sangat keteteran dengan masalah2 seperti ini. Lihatlah di jaman orba, pemerintah sangat sukses dengan program posyandu, PIN, KB, atau program yang lain2 (Sorry… Lagi2 lupa niey). Pemerintah harusnya menyadari kondisi ini. Gw yakin orang2 di pemerintahan pastinya lebih canggih deh strateginya dari apa yang gw pikirin.
Please… ini wajib jadi perhatian lho… Bukan hanya bagi pemerintah yang pasti kemampuannya terbatas, tapi paling tidak mereka lebih siap secara system. Kita orang2 kampus bantulah pemerintah dengan sedikit tenaga. Pasti sedikit tenaga yang kita sumbangkan itu akan berguna untuk orang2 yang benar2 membutuhkan kita di pelosok negeri ini. Gw sangat salut sama teman2 dokter PTT yang mengabdikan dirinya untuk masyarakat di pelosok. Yang kalau mungkin gw yang harus ngejalanin semua itu akan nangis2 bombay tiap malam, jujur gw gak sanggup. Tapi pasti gw yakin rasanya mereka akan berat bangeeeet ninggalin masyarakat di pelosok itu. Sekali lagi teman-teman gw salut bangeeet kalian bisa jalanin “Tugas Negara” itu. Kalau gw… jangan ditanya… pasti nangis Bombay, mati gaya, kesepian, dan yang gw lakuin Cuma menghitung hari. Gak penting banget kan… bikin hari berasanya semakin panjang.
Temans… ayo berkontribusi kepada orang yang gak seberuntung kita. Sekecil apapun kontribusi itu pasti berguna untuk orang lain. Kan yang dibawa mati Cuma tiga hal… Yaitu anak yang sholeh dan sholeha, ilmu yang diamalkan, dan amal & ibadah kita selama di dunia. Sorry lho… kalau kesannya gw sok tau banget… tapi Cuma itu yang bisa gw lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar