Kamis, 17 April 2008

Special Purpose Company, Special Purpose Vehicles, atau Special Purpose Entities

SPC, SPV, atau SPE didefinisikan sebagai suatu lembaga atau perusahaan yang dibentuk dengan tujuan atau focus tertentu. SPC dibentuk oleh perusahaan sponsor untuk melakukan kegiatan yang spesifik (misalnya financial technique) atau untuk sebuah kegiatan yang bersifat sementara. Biasanya perusahaan sponsor memiliki kepemilikan mayoritas (> 51% kepemilikan) pada SPC dengan tujuan untuk dapat melakukan control sehingga tidak jarang sebuah SPV adalah subsidiary dari perusahaan sponsor.

A special purpose company (SPC) (sometimes, especially in Europe, "special purpose vehicle") is a body corporate (usually a limited company of some type or, sometimes, a limited partnership) created to fulfill narrow, specific or temporary objectives, primarily to isolate financial risk, usually bankruptcy but sometimes a specific taxation or regulatory risk.

Secara umum hal-hal yang memjadi pertimbangan yang mendasari didirikannya sebuah SPC adalah, antara lain:

  1. Melakukan pekerjaan yang beresiko (termasuk resiko hokum) tanpa membebankan resiko kepada perusahaan sponsor.

  2. Untuk menghindari pengenaan atas beban pajak.

  3. Untuk melakukan aktivitas pendanaan (financing) seperti sekuritisasi asset, mengeluarkan surat hutang, dll.)

  4. Melakukan pekerjaan yang spesifik dalam jangka waktu yang terbatas.


Untuk mengoptimalkan tujuan-tujuan dari didirikannya SPC, biasanya SPC didirikan diluar wilayah yuridiksi dari perusahaan sponsor yang mendirikannya atau biasanya dikenal dengan istilah “offshore company”


Berikut ini beberapa criteria yang lazim digunakan untuk tempat berdirinya SPC antara lain:

  1. Yuridiksi dengan insentif pajak yang menarik (tax free or lower tax)

  2. Yuridiksi yang stabil dengan system keuangan, hokum, yudisial dan peraturan yang telah maju dan berkembang.

  3. Infrastruktur yang lengkap termasuk sarana telekomunikasi dan transportasi.

  4. Sovereign risk rating yang kondusif bagi iklim berinvestasi.


Pendirian SPC biasanya memakan waktu yang relative cepat dan dengan biaya yang murah. Umumnya biaya yang dikeluarkan hanya berkisar antara US $ 800 - $1.500. Yuridiksi negara yang menjadi favorot untuk didirikannya SPC misalnya adalah Hongkong, British Virgin Island, Cayman Island, Mauritius, Dominica, Bahamas, dll.


Dalam aplikasinya, biasanya SPC dijadikan entitas yang bankruptcy remote entity membuat perusahaan yang mengalihkan asetnya (originator) terbebas dari kemungkinan diajukannya gugatan pailit oleh pihak ke tiga karena resiko tersebut beralih kepada SPC . Dengan terjadinya pengalihan asset dengan tujuan tertentu atau khusus seperti untuk melakukan sekuritisasi asset, mengeluarkan surat hutang, akuisisi asset, dll. Selain itu SPC memiliki beragam manfaat diantaranya adalah sebagai sarana untuk melakukan financial engineering atau financial technique, untuk meminimalisasikan pembayaran pajak hingga yang paling ekstrim adalah menyembunyikan kewajiban.


Berdasarkan uraian diatas dapat dibaratkan SPC sebagai pisau bermata ganda. Dimana SPc dapat dibunakan dengan niat positif atu negative.


Kasus penggunaan SPC yang mendunia, misalnya adalah pada Enron Corporation sebuah perusahaan energy kelas dunia di America Serikat. Adalah suatu contoh dimana SPC didirikan untuk tujuan negative. Mereka menggunakan SPC untuk tujuan financial engineering dengan melakukan off balance sheet terhadap kewajiban dan kerugiannya sehingga laporan keuangannya terlihat bagus (Financial Statement Windowdressing). Dengan menyembunyikan ratusan juta dollar dari kewajibannya (hutang atau debt) kepada investor dan untuk menghindari pengakuan kerugian dari investasi yang dilakukan oleh Enron. Bahkan hal yang terburuk adalah pada saat Enron menggunakan SPC untuk menjadi counterpartiesnya untuk melakukan aktivitas hedging. Dengan menggunakan SPC ini, maka Enron dapat melindungi investasinya dari terjadinya penurunan nilai. Semenjak SPC digunakan sebagai kedok, SPC dimange oleh para Eksekutif dari Enron, Enron menjadi dapat memaskitkan bahwa mereka dapat menutupi tindakan yang dilakukannya ini.


Kebobrokan Enron ini akhirnya terungkap karena kewajiban dan kerugian terkait dengan hanya dipindahkannya waktu pelaporan dari kerugian tersebut dari pembukuan Enron, tapi tidak akan menjadikan kewajiban tersebut hilang.


Biasanya SPE digunakan sebagai kedok atau sheel companies yang untuk menutupi kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh manajemen (management fraud). Kemudian Enron memanfaatkan SPE untuk melakukan penjualan assetnya pada tingkat harga yang berinflasi. Dimana kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya prop up earnings.


Sebagian besar alasan penggunaan SPE adalah untuk tujuan menghalalkan penggunaan financial technique, yang menjadi hal yang sangat sering digunakan pada saat ini. Misalnya banyak retailer yang menggunakaan SPE untuk melakukan penjualan private label credit card receivable (piutang) nya untuk kemudian SPE membeli receivable tersebut untuk kemudian mendapatkan dana dari SPE tersebut. Atau misalnya SPE melakukan pembelian obligasi (bonds) perusahaan induknya yang dijual untuk public. Dengan cara ini maka investor dapat memperoleh investasi yang berkualitas, sedangkan perusahaan dapat dengan cepat mendapatkan uang kas. SPE merupakan salah satu financing tool yang dapat digunakan oleh perusahaan. Di Amerika, beberapa perusahaan yang menggunakan SPE untuk mendapatkan dana misalnya adalah Target, Capital One, General Motor, Citigroup, dan Dell.


Bagaimanapun kesalahan yang dilakukan oleh Enron memberikan pelajaran bagi berbagai pihak bahwa harus dibuat aturan yang lebih keras dan jelas mengenai hal ini. Kongres AS misalnya melalui Sarbanes-Oxley, dua anggota kongres AS yang mengusulkan untuk membuat aturan yang lebih jelas mengenai Good Corporate Governance. Aturan-aturan tersebut misalnya adalah The Sarbanes-Oxley (Sox) Act dan FASB (Financial Accounting Standard Board, atau di Indonesia dikenal dengan nama PSAK Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) lewat FIN 46. Secara lebih lanjut FIN 46 mensyaratkan dilakukannya konsolidasi pada SPE oleh perusahaan induk (sponsoring company) nya. Atau yang kemudian diterjemahkan sebagai perusahaan yang mendapat keuntungan terbesar dari berdirinya SPE tersebut.


Dengan kejadian Enron ini ternyata telah memukul industry jasa akuntansi dan keuangan tidak hanya di AS saja namun juga di dunia, misalnya saja dengan ditutupnya Arthur Andersen yang saat itu menjadi Akuntan Publik dari Enron, karena dipertanyakannya kredibilitas dari Laporan Audit yang mereka sajikan, setelah terjadinya subsequent event (kejadian setelah tanggal neraca) pada Enron.

Tidak ada komentar: