Hari ini gw merasa amat sangat bosan. Tadi gw sempat mengerjakan thesis… tapi akhirnya saking bosannya gw mencoba untuk mengerjakan hal-hal lain. Tapi masih saja tetap membosankan. Akhirnya gw menyerah dan mencoba untuk mengganti waktu menganggur gw tersebut dengan membaca buku… Tepatnya siey kitab suci ilmu Valuation. ;D itu lho… Bukunya Aswath Damodaran “Investment Valuation” ternyata dalam valuation kita gak harus selalu menerapkan FCFE atau Free Cash Flow of Equity tapi bisa juga FCFF alias Free Cash Flow of Firm… Kayaknya ini lebih cocok untuk diterapkan pada thesis gw deh… Seperti Peruri. Dia kan gak cari financing dalam bentuk bonds atau issued equity. Karena untuk hal ini modalnya Peruri kan dari pemerintah alias BUMN. Perhitungannya siey gak sesusah untuk ngitung FCFE. Trus juga kita gak perlu memikirkan konsekuensi bila ada financing dalam bentuk bonds, dari sebelumnya perusahaan menggunakan unlevered β, trus kalo ada financing β firm-nya jadi gimana. Apa dampaknya dilihat dari sisi bonds rating, interest coverage, dsb… dsb… Pake bukunya Damodaran siey gak sesusah waktu gw belajar valuation pertama kali pake buku “Fundamental of Corporate Finance” nya Stephen Ross… Ingat yah… bukan buku “Corporate Finance” nya Stephen Ross lho… itu dua buku yang berbeda. Harus tau yah… kalo di buku Fundamental tuh suuuusaaah banget. Bahasanya muter-muter… dua halaman kita baca ngerti halaman berikutnya sampai abis yang kita baca pasti gak ngerti. Mmmh… beberapa bab kemudian di bukunya Damodaran gw menemukan chapter yang membahas beberapa judul yang menurut gw menarik. Misalnya Valuing Financial Service Firm, Valuing Firm with Negative Earning… belum sempat gw baca siey… tapi gw berjanji akan membacanya. Mungkin kalo ada point-point yang gak gw ngerti akan gw catat dan gw tanyakan pada suhu-suhu Finance gw… ;D
Hari ini gw sepertinya agak lelah mengerjakan thesis… Leher gw sampe kaku banget. Gara-gara ngerjain thesisnya di tempat tidur, sambil tengkurep. Kalo yang gw inget siey hal ini bertentangan banget dengan ilmu Occupational Health yang selalu didengung2kan orang2 safety… katanya siey bisa menurunkan produktivitas… bisa amenyebabkan cedera boo… makanya di MM siey kursinya egronomis. Walaupun menurut gw siey gak teralu banyak membantu… karena tetap aja kita pegel, cape, dan jenuh duduk terus. Tapi mungkin ada benernya juga… lagian kalo gak bener juga kenapa ada cabang ilmu itu… kalo gak salah di FKM ada tuh S2 nya.
Anyway… gw pengen belajar niey untuk ngambil RFP (Registered Financial Planner) but kayaknya tak punya waktu. Apalagi ntar kalo udah kerja lagi yah??? Gw kan pengen buka Accounting and Finance Consulting Firm. Salah satu servicenya Financial Planner. Aduuuh to be honest gw agak pusing dengan konsep financial for pension fund, salah satu bagian dalam ujian RFP. Harus belajar keras niey… untuk mengejar ketinggalan. Yah… sekarang profesi ini lagi happening… maka itu bermunculanlah nama-nama seperti Safir Senduk (yang paling senior dikenal oleh masyarakat), trus Lidwina Hananto, dan Aidil Akbar. Apalagi sekarang orang2 sudah mulai teredukasi bahwa mereka harus melakukan financial planning. Agak susah memang untuk mereka yang punya rencana tapi gak tau gimana harus ngatur uangnya. Selain itu mengedukasi masyarakat dengan melakukan saving pada Risk Free Assets (misalnya tabungan, deposito dengan jaminan pemerintah) maka itu adalah bentuk pemiskinan terselubung. Karena NII (Net Interest Income) yang diterima itu gak sebanding dengan inflasi yang terjadi. So… yaa… itu mah namanya pemiskinan terselubung. Belum lagi pembodohan masyarakat misalnya dengan mudahnya di approvenya permohonan KTA (Kredit Tanpa Agunan) asal tau aja yah… KTA itu ngitung bunganya sama kayak bunga Kredit Card, bunganya harian kurang lebih siey setahun bunganya 30%an… bayangkan aja… apalagi sekarang dengan mudahnya permohonan KTA di approve akan nyebabin uang beredar di masyarakat sangat besar jumlahnya mungkin masih inget rumus MV=PT alias Money-Velocity=Price-Time… inilah yang menyebabkan tingginya inflasi dari sisi konsumsi. Trus juga GDP nya tinggi tapi ibarat bangun istana di atas pasir karena yang besar niey Cuma dari sisi konsumsi, baik pemerintah maupun rumah tangga. Walaupun konsumsi rumah tangga gak sebesar konsumsi government. Tanpa terjadinya investasi (real investment yah) maksudnya investor bukan Cuma dalam bentuk capital in flight atau hot money di capital market tapi juga bangun pabrik di Indonesia yang benar-benar bisa menyerap tenaga kerja (maka unemployment rate-nya kan bisa turun). Trus investasi pemerintah dalam sector infrastruktur… misalnya bangun jembata, jalan, dsb. Itu gak terjadi. Karena para pimpro di daerah2 takut untuk ngejalanin proyek karena gak mau ngasih suap. Soalnya kalo gak ngasih suap kan proyeknya gak jalan, sedangkan kalo ngasih suap mereka akan diciduk KPK. Akhirnya dana yang udah turun untuk pembangunan infrastruktur dari pemerintah pusat kemudian akan masuk ke SBI (Sertifikat Bank Indonesia) atau SUN (Surat Utang Negara) yang dibeli oleh para pemerintah daerah jumlahnya fantastis lho… Sampai 40 trilyun. Coba kalo uang sebesar itu digelontorkan ke perekonomian untuk anggaran Pendidikan yang katanya sih mau 20% dari APBN pada akhirnya Cuma 14 atau 16% gw lupa berapa tepatnya. Trus untuk kesehatan masyarakat, bangun puskesmas, perbaikan sekolah yang mau roboh, kalo menurut gw sih yah perbaikan dua hal itu aja. Kalo memang pengen meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Bayangin aja jumlah subsidi BBM itu masih lebih besar daripada jumlah untuk subsidi pendidikan dan kesehatan masyarakat. Padahal yang dapat subsidi BBM itu adalah orang-orang yang bisa beli motor atau mobil yang notabenenya mampu. Sehubungan dengan akan berlangsungnya pilkada di beberapa propinsi yah… gw menyarankan kepada para cagub/cawagub, bahwa gak usah teralu banyak kasih janji2 surga sama rakyat. Cukup janji atas dua hal ini, rakyat mata dan hatinya gak buta koq… perbaikan dua hal ini menurut gw adalah sesuatu yang paling real dirasakan oleh rakyat. Kalo gak salah ada satu kabupaten di Bali, kalo gak salah lagi yah, namanya Jembrana. Walaupun daerahnya miskin, ternyata sang bupati berhasil membuat program pendidikan, dan kesehatan gratis. Yang terjadi kemudian adalah umur harapan hidup masyarakatnya meningkat, jumlah kelahiran hidupnya meningkat, jumlah kematian ibu menurun, kasus-kasus gizi buruk menurun. Ini terjadi hanya dalam kurun waktu setahun setelah dia memerintah loh… Hebat kan kalo dua hal ini diperbaiki. Setelah kesehatan dan pendidikan, yang juga gak kalah penting adalah real investment, kalo ada real investment kan artinya unemployment rate menurun, kemudian karena 1 tenaga kerja menjadi tulang punggung untuk 4 orang kemudian bisa dibayangkan berapa multiplier effectnya. Trus artinya kemudian karena ada real investment maka akan ada investasi sector-sektor penunjang, misalnya warung makan, warung klontogan, tempat kost, atau kontrakan, bahkan beberapa industry yang gak kebayang, misalnya di Tangerang, di lokasi dekat pabrik, jadi ada day care untuk anak2 buruh. Walaupun fasilitasnya pasti gak seperti day care yang sekarang bermunculan untuk masyarakat grade A and B. Tapi itu lapangan kerja yang effectnya multiplier. Banyangin aja berapa banyak yang terangkat dari jurang kemiskinan?!! Karena adanya real investment juga daya beli meningkat, jumlah yang dikonsumsi juga bertambah, artinya masyarakat akan menuntut kualitas barang dan jasa yang disediakan juga menjadi lebih berkualitas, so… artinya dampaknya juga multiplier ke perekonomian secara keseluruhan. Mungkin itu yang menjadi mimpi kita semua. Gw ngomongnya udah kayak ekonom bloom??? Hwahahahahahahahahahaaa… ;D itu gara-gara belajar Makro sama para ekonom ada Pak Ari Kuncoro Ph. D (LPEM), Pak Arindra Artasya Zainal Ph. D (LPEM). Menarik lho belajar makro apalagi hubungan makro sama finance itu kayak hubungan kakak-adik lha… sebab akibat alias causal gitu lho…
Katanya ada buku yang bagus tentang hubungan antara perekonomian dan keuangan. Ditulis pop science gitu judulnya “Cocktail Economy” jadi sepertinya cukup menarik untuk dibaca yah… I hope so…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar